Senin, 23 Mei 2011

CINTA DAN PEMBERONTAKKAN

Untuk bisa memberontak kita memerlukan cinta
Agar pemberontakkan menjadi lebih manis terasa
Bila tak percaya, bacalah kisah Qays dan Layla

24 Mei 2011

PUISIMU ITU

Percayalah....

Puisi yang kau buat sendiri untuk kekasihmu bisa membuat ribuan puisi cinta yang pernah di tuliskan oleh banyak penyair ternama menjadi tak berguna, asalkan kau mampu meresapi setiap inci dari rasa cinta kekasihmu

Yakinlah.....



24 Mei 2011

DENTING REVOLUSI


Terkadang ada rasa kesal ketika anak – anak muda yang “sudah mampu bersekolah” sampai ke jenjang universitas dan berkecimpung di organisasi kampus baik ekstra dan intra kampus meneriakkan kata revolusi. Padahal kalau dilihat dari rentang sejarah Indonesia. Indonesia ini pun hanya memiliki satu babakan sejarah gerakan revolusi yakni di tahun 1945  dan dari revolusi yang di gembar – gemborkan oleh Soekarno lewat pidato maupun orasi – orasinya sampai sempat menjadi diktator marhaenis di Asia Tenggara khususnya Indonesia dan ada baiknya juga mengatakan terima kasih kepada anak – anak muda tahun ’66 atas keberhasilan mereka menumbangkan Soekarno serta “menjadi penyokong” berdirinya negara Indonesia di bawah kepemimpinan fasis orde baru yang bibit – bibit fasis dan cenderung rasialis bertahan sampai hari ini, dan tak lupa pula untuk mengucapkan terima kasih kepada anak – anak muda terpelajar yang di tahun 1998 berhasil menumbangkan si rezim penumbang orde lama dan sekaligus pengekang demokrasi.
Lalu untuk apa revolusi di dengung – dengungkan kalau yang lahir malah kegagapan saja?
Dari sini saya lalu ingat sebait puisi seorang kawan, Sen Teno namanya, yang berjudul “Revolusi Menjadi Lelucon” pada bait terakhir puisi itu berbunyi seperti ini :
Inikah lelucon revolusi
Membumi namun tak menyentuh tanah
Mengudara dengan pinjaman udara
Menghujam tapi membuat tertawa
Beginikah nasib revolusi?    

Memang sekarang revolusi tak lagi revolusi  artinya kata “revolusi” yang bagi sebagian orang adalah sesuatu yang begitu bermakna kini tak lebih dari pemanis mulut saja dan ini selalu muncul dari mulut anak – anak muda yang mengaku dan pengaku sebagai anak muda yang sudah merasa cukup membaca Karl Marx, Engels, Lenin, Trostky, Stalin, Mao Ze Dong sampai Tan Malaka lantas dengan mudahnya mengatakan bahwa “kita harus revolusi!!!” atau yang lebih ironis lagi ada pula anak muda yang hanya kebetulan membaca atau mendengar sepintas lalu soal Karl Marx lantas teriak – teriak soal revolusi. Menjadi kiri itu seksi tapi tetap saja se-seksi apapun istilah kiri itu akan tetap kalah seksinya dengan Maria Ozawa alias Miyabi.

Reformasi ternyata membawa sebuah kesialan bagi kelompok anak muda yang mati – matian menyembunyikan kata revolusi dalam hatinya. Inilah rasa sesal lain yang saya katakan di awal tulisan ini. Buku – buku tentang gerakan dunia ketiga yang hampir kesemuanya beraroma “kiri” mudah di dapatkan. Tokoh – tokoh gerakan radikal baik itu dari kubu Manshevik dan Bolshevik dari Rusia sampai pada tokoh – tokoh gerakan radikal Indonesia baik itu Soekarno, Hatta, Tan Malaka, Syahrir semua bisa didapatkan dengan mudah bahkan lebih dari itu gambar mereka pun terpampang di kaos – kaos. Awalnya gerakan pemampangan gambar tokoh radikal dan revolusioner ini menjadi sebuah alat propaganda misalnya soal gambar salah satu tokoh revolusi Kuba, Che Guevara begitu banyak di cari dan menjadi ikon perlawanan sampai datang masa dimana ikon Che Guevara sudah berubah jauh beralih fungsi dan maknanya dari sebagai alat propaganda  menjadi ladang penumpukkan modal / capital yang tentunya menjadi sasaran kritik tokoh yang wajahnya terpampang di kaos tersebut.

Hadirnya jejaring social network, facebook, sebagai sebuah bukti dari pesatnya perkembangan teknologi dalam dunia ke – internet – an sebagai sebuah dunia ke empat setelah tiga dunia yang sebelumnya ada menjadi tantangan tersendiri buat anak – anak muda yang “menggandrungi” gerakan – gerakan revolusioner.  Kemampuan dalam memasuki ranah atau ruang dunia ke empat yang sering di sebut sebagai dunia maya ini hanya berkisar pada memenuhi tuntutan pergaulan saja selebihnya tidak. Untung saja, ruang dalam dunia maya misalnya facebook lebih bisa dikatakan (sedikit) demokratis untuk hal – hal yang dianggap tabu oleh keadaan social di dunia nyata. Istilah – istilah yang sampai hari ini masih menadi momok menakutkan seperti komunisme, sosialisme, gerakan fundamental keagamaan lebih bisa mendapat ruang yang cukup nyaman. Akan tetapi, itu semua hanya sebatas dalam dunia maya saja selebihnya tidak.

“Biarkan anak – anak muda itu bergembira disitu dengan sebanyak mungkin istilah yang kita perangi bersama, dan kita tidak perlu risau dengan itu. Yang harus kita lakukan sekarang adalah mematangkan kondisi buat anak – anak muda, sebuah kondisi dimana mereka akan mengusahakan apa yang menjadi cita – cita kita, penumpukan modal pribadi”. Inilah kalimat yang tersembunyi dan sering terabaikan oleh kita dari para pemegang kekuasaan produksi bernama kapitalis. Perusahaan TNCs (Trans National Corporations) dan MNCs (Multy National Corporations) melenggang keluar masuk Negara demi Negara di dunia ketiga termasuk Indonesia sementara anak mudanya hanya sibuk berkutat dengan pertarungan – pertarungan yang sudah hampir berabad lamanya terjadi malah dipraktekkan lagi di masa sekarang.

“Berteriaklah sekeras – kerasnya soal revolusi, komunisme, sosialisme sesuka hati kalian wahai anak muda. Semakin keras teriakan kalian maka semakin keras pula perusahan – perusahaan kami mengeruk isi perut bumi yang kalian pijaki”. Ini pula yang dikatakan oleh para pembesar – pembesar pemilik modal dan pemberi hutang ke Negara kita tapi sayangnya kata- kata ini tidak pernah tercermati dalam teks- teks yang terdapat di ratusan buku – buku radikal.

Ketidak cermatan melihat kalimat – kalimat itu bukanlah tanpa sebab.  Kegagapan dan ketidakmandirian dalam berilmu pengetahuan menjadi penyebab ketidak cermatan tersebut. Sehingga ilmu pengetahuan langsung menjadi sesuatu yang serba tetap dan kaku sama seperti ketika mempelajari induk ilmu pengetahuan dan induk dari gerakan revolusioner yakni filsafat. Penumpukkan konsentrasi pada sesuatu yang bersifat insidental seperti kalimat – kalimat kunci misalnya “Cogito ergo sum” nya Rene Descartes  atau “tuhan telah mati” nya Nietszche  adalah sasaran utama demi menunjang argumentasi – argumentasi yang terbukti kosong melompong. Tokoh – tokoh filsafat tidak dianggap sebagai manusia yang berproses atau berdialektika baik itu selama dia hidup bahkan sampai setelah kematiannya, tapi dinilai dan diakrabi sebagai sebuah kekayaan intelektual semata. Dari soal kekayaan intelektual inilah bibit – bibit kapitalisme mulai terbentuk dalam ruang berfikir anak muda tanpa disadarinya.

Ketidak sadaran dan keterkungkungan ilmu pengetahuan hanya pada satu corak pengetahuan saja menjadikan anak muda tidak lagi bisa memahami dengan jeli dan bertindak secara kreatif untuk mengusung rencana – rencana strategis dari apa yang sering didiskusikannya dengan teman, sahabat dan kawan dalam kelompok kecil maupun besar.

Lalu, apa gunanya teriak revolusi? Sungguh tak ada sebuah pelarangan berarti soal meneriakkan atau sekedar menggumamkan revolusi akan tetapi yang menjadi soal adalah kebebasan meneriakkan “revolusi” itu tidak di barengi dengan sebuah pertanggung jawaban  yang minimalnya tidak perlu berstandar keilmuwan bikinan kelompok liberatif pengusung pasar bebas. Pertanggung jawaban keilmuwan inilah yang membedakan teriakan revolusi kita dengan teriakan revolusi anak – anak yang baru saja mengidap penyakit ke kiri – kirian.
Semoga saja revolusi akan mendapat tempat yang lebih layak lagi dan bukan menjadi sebuah lelucon seperti yang di katakan sahabat Sen Teno dalam puisinya itu.
“Kalau bukan sekarang, kapan lagi?”
“ Kalau bukan kita, siapa lagi?”
                                                                                                                                         
Kaputi Indah,  Februari 2011

PADA ANGIN

Tlah kutitipkan pesan rindu untukmu pada angin senja yang berhembus

TENTANG DISKRIMINASI

diskriminasi sesama manusia bisa terjadi dalam keluarga tak mengherankan memang, sebab 32 tahun bukan waktu yang pendek untuk menanamkan pemikiran seperti itu.
anehnya lagi, itu tetap terawat sampai sekarang, sebab seperti yang kita tahu bahwa ada kalimat yang sering di gembar - gemborkan yang berbunyi :  meneruskan perjuangan para pahlawan. banyak yang merasa bangga dapat menjadi penerus cita - cita para pahlawan hanya saja dari sekian banyak cita - cita para pahlawan untuk kemerdekaan terselip seorang diktator yang memimpin negara ini 32 tahun lamanya dan di nobatkan sebagai pahlawan.

jadi, konsep kemerdekaan pahlawan lainnya pun teracuni oleh konsep kemerdekaan ala diktator dari cendana itu. kemerdekaan ala diktator cendana yang lebih mementingkan keluarga dan kerabat serta teman dekatnya itu pun terpelihara sampai sekarang. diskriminasi punterjadi dimana - mana. bahkan sampai dalam keluarga pun diskriminasi ala cendana pun merangsek masuk belum lagi konsep kemerdekaan yang penuh dengan diskriminasi mendapat cap halal dari institusi agama walhasil persetubuhan antara kediktatoran dan agama terjadi di depan mata kita tapi sangat sedikit yang mampu, mau dan memilih untuk merajam mereka.



CUKUP SAJA

Cukup saja
Kau mencintai puisi karena aku
Jangan sampai kau mencintaiku karena puisi



23 Mei 2011

Minggu, 22 Mei 2011

PERTENGKARAN

Pagi ini tanggal 23 mei 2011, pertengkaran terjadi antara aku dan kedua orang tuaku. sebenarnya ini sudah kuhindari tapi tetap saja itu terjadi layaknya sebuah pepatah tua yang sudah kadaluwarsa yang berbunyi, "Banyak Jalan Menuju Roma". seperti itulah kiranya kalau mau menurut pepatah tinggal di ganti sedikit redaksi kalimatnya menjadi "Banyak Cara Untuk Memulai Pertengkaran".

sebenarnya aku enggan untuk meladeninya tapi semakin aku diamkan semakin tinggi menjulang pemahaman negatif kedua orang tuaku terhdapku dengan caraku untuk memilih diam dan tidak berkomentar apa - apa.

pertengkaran ini memang awalnya dimulai saat aku kembali dari perjalan singkatku ke Manado. niatanku untuk pergi ke Manado sebenarnya untuk refreshing ternyata sia - sia saja dan tentu saja Manado bukan tempat yang tepat untuk melakukan yang berhubungan dengan refreshing, dan itu kusadari setelah dalam jangka waktu seminggu aku di Manado.

aku kembali ke Gorontalo bersama seorang teman yang di mata orang tuaku bukanlah teman yang bisa menunjukkan jalan buatku ke masa depan. aku bisa menerima pendapat mereka soal itu dalam artian selama itu tidak dibesar - besarkan saja. maklum saja kehidupan sosial masyarakat kita sudah terlanjur terkontaminasi oleh tontonan infotainment yang kerjanya membesar - besarkan masalah orang lain yang tidak punya hubungan apa - apa.

di hari kepulanganku, teman yang kuajak ke Gorontalo itu sudah memperingatkan akan segala resiko yang akan dihadapi nanti kalau orang tuaku melihatku datang bersama dia. tapi peringatan temanku tidak kugubris. aku tidak peduli dengan resiko, aku sudah terlanjur terbiasa menanggung resiko sejak aku merasa muak terhadap kehidupan kampus sehingga memutuskan untuk berhenti kuliah.

hari pertama kepulanganku, keadaan masih berjalan seperti biasanya. begitupun hari kedua, ketiga dan keempat. Tapi di hari kelima, ketika hari masih pagi, pertengkaran pun di mulai. aku tidak lagi mengingat bagaimana pertengkaran antara aku dan orang tuaku itu terjadi. semua serba gelap. mulai di hari itulah keadaan sudah tidak lagi kondusif  buat aku dan temanku. handuk temanku yang di jemur di luar, dimana pada awalnya di gantung di tali jemuran punsudah berpindah ke lantai yang basah. Aku memungut handuk itu dan menggantungkannya lagi di tali jemuran. malamnya saat aku hendak mandi setelah selesai bepergian bersama temanku itu saat akan mengambil handukku sendiri kulihat handuk milik temanku sudah berpindah letaknya bersama kain yang biasa dipakai untuk mengepel lantai. aku ingin marah tapi aku tak mau menuduh siapa - siapa dan kejadian soal handuk yang tiba - tiba berpindah tempat sepert disengaja aku diamkan saja meski ada amarah yang begitu besar dan ingin segera dikeluarkan. 
keanehan itu tidak berhenti sampai disitu, selain handuk yang menjadi "sasaran" hal aneh pun terjadi di sandal temanku. yang ku ketahui, kami menaruh sandal kami di teras rumah tapi yang mengherankan dan menjadi pertanyaanku adalah "kenapa sandal temanku selalu berpindah tempat?" kalau soal berpindah tempatnya secara teratur itu tidak masalah tapi ini sungguh terlihat seperti sesuatu yang disengaja. untuk lebih jelasnya seperti ini, suatu kali aku melihat sandal temanku yang sebelah kanan sudah bertengger di sebuah pot yang terletak di teras rumahku semenara yang satunya lagi setelah ku cari - cari ternyata sudah masuk kedalam got yang berair. aku hanya mendiamkan dan kali ini dalam hati aku mengucapkan kata - kata makian yang kukuasai. 
kali ini, hatiku langsung menuduh orang tuaku. tak ada tawar menawar lagi. otoritas mereka sebagai orang tua sudah sangat keterlaluan. sungguh sangat jauh dari tampilan keseharian mereka yang rajin beribadah dan hampir tak pernah absen mendengarkan ceramah agama dari siaran radio maupun televisi. tapi sayang selama aku memperhatikan kebasaan mereka mendengarkan ceramah agama dari dua media tersebut tak pernah aku mendengar sedikitpun ceramah soal bagaimana memperlakukan tamu layaknya Rasulullah memperlakukan tamu - tamunya. jadi, aku masih bisa memakluminya bila kelakuan mereka itu terinspirasi dari tontonan sinetron murahan. 

SUSUNAN KALIMAT YANG BUKAN PUISI ATAUPUN SAJAK TAPI KUNAMAKAN INI PUISI BIN SAJAK

Dalam gundah ku kenang luka
Nestapa membiru tak bersudah
Ada dalam kata yang tak pernah terkata
Bila di tuliskan dia tak akan pernah terbaca

Dalam nestapa gundah melanda
Menengadah muka lukapun ternganga
Terhadap matahari aku berkata
Jangan kau bagi sinarmu padaku pagi ini

Tua pun datang muda pun pergi
Hujan kemarin masihlah sama
Begitupun juga dengan bintang dan rembulan
tetap jadi cermin buat matahari

kulihat sampah di sumpah serapah
menengadah tangan hinaan pun muntah
hendak berkata “ini kerjaku, ini bisaku”
tapi apa hendak di kata sang pemberi pun enggan mendengar dalih

lalu......

pergi berlalu tinggalkan muntahan sumpah yang membuat luka
membuat prahara
menjadi tontonan disatu masa
menjadi cemoohan dimana – mana

yang muda mati disantap mode
yang tua hidup menyantap mode
ini barulah dunia
semakin tua semakin menggila
semakin uzur semakin berpendar
semakin keriput semakin mengkilat
sebab setiap hari operasi plastik

gundahku tak habis – habis
sebab itu kutulis semua tak berurut dan semoga tak bikin dahi mengkerut

Kamis, 19 Mei 2011

TANYA TENTANG KENANGAN

Kita pernah menyusuri jalan ini
Dengan langkah kaku
Dengan lidah kelu
Dan hati penuh malu

Adakah kau mengingatnya barang sekali saja?
Meski yang bersamamu kini bukan aku


GTLO, 20 Mei 2011

Minggu, 15 Mei 2011

DIARY KENANGAN

Disampingku kau duduk
Bersandar penuh manja di bahuku
Kita begitu dekat
Namun sayang bagiku, jarakmu terlalu jauh untuk kudekati dengan sebuah kalimat
Aku mencintaimu


15 Mei 2011

Selasa, 10 Mei 2011

THREE YEARS AGO

itu hanya masa lalu
itu hanya hayalan kelu
dan itu hanya bayangan rindu
SEMU.............





TANPA TANGGAL,BULAN, DAN TAHUN KAPAN DI TULIS SEBAB INI SUDAH ADA SEJAK "THREE YEARS AGO"

PUISIKU AIR MATAMU

Puisiku tak mungkin bisa menyeka air matamu yang sudah terlanjut meleleh
apalagi untuk menghapus jejaknya

dan puisiku ini kutulis untuk sekedar menjadi teman tangismu sepanjang malam
agar kau bisa bergembira dengan air matamu