Hari lahir pancasila masih jauh untuk diperingati namun tidak ada
salahnya bila kita mulai membahasnya mulai dari sekarang. Pembahasan soal
Pancasila, dalam tulisan ini lahir dari sebuah pengalaman ketika saya diundang
untuk menjadi fasilitator pada kegiatan Latikan Dasar Kepemimpinan yang
bertempat di SMAN 1 Bonepantai.
Judul diatas pun, saya ambil dari sebuah pertanyaan dari seorang
siswa bernama Rikil Muhammad. Ada dua pertanyaan yang dikemukakannya saat itu.
Pertanyaan pertama adalaah, Kenapa harus ada Pancasila ? dan pertanyaan kedua
dari siswa tersebut adalah; dalam sila ketiga Pancasila tertulis kalimat
“Persatuan Indonesia” namun kenapa harus muncul GAM ( Gerakan Aceh Merdeka) dan
Papua Merdeka ? saya cukup kaget dan begitulah
kenyataannya karena pertanyaannya yang begitu sederhana namun butuh sebuah
penjelasan yang jelas. Saya hanya berfikir tentang bagaimana menjelaskan dua
pertanyaan itu. Untuk pertanyaan pertama, saya bisa saja mengatakan bahwa
Pancasila hadir sebagai sebuah dasar dan jati diri bangsa tapi itu masih terus
dipertanyakan walaupun pada akhirnya saya memutuskan untuk menjelaskan soal
Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia ini. Selanjutnya pertanyaan kedua
yang juga msih berhubungan dengan Pancasila khususnya sila ketiga dan kenyataan
yang pernah dan sedang terjadi di Indonesia. Lagi – lagi saya harus berfikir
cukup keras untuk mencari jawaban untuk menjelaskan aib negara ini kepada anak
– anak SMA dan SMP. Tentu saya juga tidak ingin berkata bahwa Negara ini dalam
keadaan baik – baik saja tapi saya harus menmberi penjelasan sederhana se
sederhana dan kritisnya pertanyaan siswa SMA ini.
Pertanyaan selanjutnya
datang dari seorang siswa SMP bernama Teguh S. Pratama. Siswa ini bertanya soal
“kenapa Di Indonesia masih ada yang miskin dan anak – anak tidak sekolah?” lagi – lagi pertanyaan yang sederhana namun
tidak sesederhana penampilannya. Juga ada pertanyaan lain yang senada dengan
pertanyaan dari siswa SMP ini, tentang “Bagaimana cara “menindas” kemiskinan di
Indonesia?” awalnya saya terkejut dengan kata “menindas” yang digunakan siswa
ini. Sampai saya menemukan sebuah padanan dari kata tersebut yakni
“menghilangkan”. Selanjutnya, pertanyaan kembali datang dari seorang siswa SMA
yang mempertanyakan keabsahan teori evolusi Darwin tentang manusia berasal dari
kera. Sampai pada pertanyaan terakhir yang kembali mempertanyakan soal
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa.
Kegiatan LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) yang diselenggarakan oleh
para pengurus osis SMAN 1 Bone Pantai, bekerja sama dengan mahasiswa KKLP
Universitas Ichsan Gorontalo pada tanggal 11 Februari 2012 menjadi sebuah
kegiatan yang bisa memberi sebuah pelajaran berharga. Apalagi ketika mereka
bertanya soal Pancasila dan kemiskinan yang terjadi di negara dan bangsa kita
ini. Tentu saja kita tak bisa terus
berkata bahwa Pancasila itu tetap menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia kalau
pada kenyataannya konsep Bhineka Tunggal Ika masih saja terabaikan. Kemunculan
gerapakan – gerakan yang meminta kemerdekaan tidak pula harus dijelaskan
sebagai sebuah gerakan untuk merongrong kekuasan Negara. Melainkan sebuah
gerakan atau usaha untuk melakukan kritik terhadap pemerintahan Negara yang
terlalu banyak bersembunyi dibalik indahnya kata – kata mengenai kesejahteraan
dan kemakmuran lewat masuknya modal yang besar dan pada ahirnya berujung pada
kesengsaraan rakyat.
Tentu saja, semua pertanyaan – pertanyaan yang terlontar dari
mereka juga menjadi pertanyaan kita selama ini tentang kelangsungan negara dan
bangsa ini. Iklan dan kampanye politik tentang kesejahteraan serta kemakmuran
tentu hanya menjadi alat bagi para elit – elit politik untuk merayu massa agar
bisa meraup dukungan suara yang banyak. Semakin banyak dukungan yang diberikan
maka semakin terbuka luas kesempatan bagi para leit politik itu untuk duduk
menikmati indahnya kekuasaan. Lalu, janji kesejahteraan pun perlahan mulai
dilupakan dengan berbagai macam alasan dan segala macam perhitungan –
perhitungan matematis soal kesejahteraan dan kemakmuran. Bisa kita lihat
sendiri buktinya, bagaimana kemudian orang miskin harus perlu dihitung
kemiskinannya untuk selanjutnya diberi label sebagai orang miskin agar bisa
mendapat keabsahan bahwa dirinya benar – benar orang miskin.
Lalu, kita masih memungkiri bahwa klas – klas dalam system social
kemasyarakatan itu tidak ada? Tentu
terlalu munafik untuk mengatakan bahwa klas – klas social tidak pernah ada.
Pemberian keabsahan sebagai orang miskin melalui prosedur birokrasi tentu
menjadi sebuah bukti nyata bahwa pemerintah negara ini sedang menciptakan
sebuah wilayah baru untuk orang miskin. Penggusuran dan relokasi pun menjadi
sah untuk dilakukan melalui berbagai macam alasan. Inilah bukti bahwa
pemiskinanlah yang harus kita lawan bukan kemiskinan.
Tentu tidak mengherankan apabila, ada yang bertanya soal keberadaan
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa ini. Kita tidak mungkin bisa
membangkitkan lagi para founding fathers yang sudah bersepakat untuk menjadikan
Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup bangsa dan Negara ini. Dan kalaupun
kita bisa membangkitkan mereka semua, apakah kita harus meminta
pertanggungjawaban mereka karena sudah terlalu berani mewakili keseluruhan
suara penduduk negara ini untuk menetapkan pancasila sebagai dasar serta
falsafah bangsa ini ?
Kaputi Indah, 30 Maret 2012