Kamis, 08 Juli 2010

TEMAN BERSANTAI PAGI HARI

“TRAFFIC LIGHTS”

Sebelum memulai aktivitas kita hari ini. Saya ingin sedikit mengajak teman - teman sekalian membaca tulisan singkat ini barang lima belas menit saja sambil menikmati secangkir kopi atau teh atau minuman hangat lainnya bersama keluarga tercinta. Renung awal kita untuk hari ini adalah tentang si Traffic Lights alias lampu lalu lintas atau yang juga sering di sebut sesuai rasa lidah kita yakni lampu merah.

Setiap harinya, kita menggunakan alat transportasi baik itu berupa kendaraan bermotor roda dua, roda empat atau yang rodanya lebih dari empat. Bahkan sebagai pejalan kaki sekalipun. Saat akan melewati sebuah persimpangan akan bertemu dengan enam buah tiang yang tertancap di bagian sudut jalan. Ketiga lampu yang tersusun dan terdiri dari tiga warna; merah dibagian atas, disusul lampu berwarna kuning dan terakhir adalah lampu berwarna hijau. Apabila kita melihat dengan seksama ketiga lampu ini, pernahkah anda atau teman – teman sekalian mengingat tentang sebuah lagu anak – anak yang syairnya seperti ini;

”pelangi – pelangi alangkah indahmu
Merah kuning hijau di langit yang biru”

Dari syair diatas tadi, saya jadi bertanya - tanya apakah konsep tentang lampu merah itu adalah hasil permenungan dari lagu berjudul “Pelangi – Pelangi” tersebut ? artinya kemudian keberadaan pelangi yang di lukiskan di lagu itu dimana hanya menyebutkan tiga warna dari beberapa warna yang sering disingkat MeJiKuHiBiNiU (Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, dan Ungu) merupakan ide dasar untuk kemudian di realisasikan oleh pihak yang mengeluarkan ide baru dari ide ke dua atau lanjutan (sebab ide pertama atau ide dasarnya adalah fenomena alam bernama pelangi) yakni lagu pelangi dan ide ke dua atau ide lanjutan tersebut merupakan hasil dari sebuah gambaran kenyataan atau dalam hal ini adalah fenomena alam, sebagai ide dasarnya. Soal perkembangan ide ini tak perlu kiranya saya jelaskan secara terinci lagi sebabnya adalah saya juga jadi bingung sendiri.

Traffic lights (seterusnya saya akan mengatakan sesuai rasa lidah kita dengan “Lampu merah” ) telah menjadi sebuah kebutuhan tersendiri bagi para pengguna jalan raya. Saking begitu memeperhatikan si lampu merah ini saya mencoba menuliskannya di status facebook untuk sekedar melihat tanggapan teman – teman facebook lainnya, meski tanggapan itu datang dari dua orang teman facebook saya. Saya kira itu sudah cukup menjadi sebuah bahan untuk meneruskan menulis catatan kecil ini. Berikut di bawah ini adalah isi status saya di facebook disertai tanggapan dua orang teman saya itu;

Status saya: Kenapa kita semua mau saja diatur oleh traffic lights atau si lampu lalu lintas alias si lampu merah ?
Komentar ;
Teman 1 : Yang mengatur bukan si lampu merah, tapi diri sendiri. Dia tak lain hanyalah sebagai penguji kepatuhan untuk kita.
Saya : apa karena manusia atau tiap orang itu tidak mau saling memahami dan tidak mau mengalah sedikit pun?
Teman 1 : Mungkin juga, karena itu salah satu fungsinya nafsu. Serakah, tak sabaran, gelisah, dsb.

Sebelum saya melanjutkan diskusi kecil pagi itu dengan teman ke 1 tadi, ada tanggapan lagi dari seorang teman (selanjutnya ditulis Teman 2)

Teman 2 : Untuk menghindari kecelekaan lalu lintas juga.
Saya : @ teman 1 ; berarti tanpa sadar. Setiap orang sudah merelakan sepenggal hidupnya diatur oleh mesin.

@ teman 2 ; tapi ternyata masih masih ada juga terjadi kecelakaan dan itu terjadi di simpangan yang ada lampu merahnya.

Selanjutnya tak ada lagi tanggapan dari teman ke 2 tadi. Dan tinggal saya dan teman ke 1 yang terus bertukar pandangan soal si lampu merah.

Teman 1 : Sekali lagi bukan mesin yang mengatur. Semuanya dikembalikan ke diri masing – masing. Mesin – mesin itu hanyalah penguji yang bisa jadi juga sebagai penggoda. Bila kita mampu mengarahkan nafsu, maka takkan ada kecelakaan lalu lintas. Filosofi rasa kayaknya...hehe.
Saya : baik, bisa di terima. Terima kasih banyak atas sepenggal diskusi pagi ini. Semoga saja si lampu merah bisa menjadi penguji yang hebat.

Teman 1 : Okok....Cuma mo se ilang manganto di pagi hari kwa ini. Makasih juga buat diskusinya.

Saya sengaja mengganti nama kedua teman tadi, jadi saya mohon maaf. Sebenarnya masih ada enam percakapan terakhir yang tersisa tetapi keenam diskusi sisa tersebut sudah saya bicarakan di atas tadi yakni seputar hubungan si lampu merah dan lagu anak – anak tersebut. Dimana saya selalu merasa lucu saja, ini saya katakan kepada teman saya itu dan dia mengatakan bahwa tiap warna mempunyai maknanya sendiri – sendiri makanya di gunakan dalam warna lampu lalu lintas. Diskusi kecil pagi hari ini terjadi tanggal 13 Februari 2010 mulai dari pukul 05 : 45 WITA sampai pukul 07 : 02 WITA.

Selanjutnya kita bicara sedikit soal makna warna sebagaimana yang di katakan teman saya tadi itu. Dalam makna umum tentang ke tiga lampu dalam aturan lalu lintas berarti warna merah bermakna kendaraan harus berhenti. Lampu kuning, nah lampu kuning ini yang dalam alam pikir saya tidak jelas maknanya apa. Sebagai warna perantara antara warna hijau sebagai warna yang bermakna kendaraan boleh berjalan kembali ke warna merah, seakan memberi makna bagi saya pribadi atau para pengendara lain untuk cepat – cepat menyeberang sebelum lampu merah menyala.

Selain itu juga ada lampu lalu lintas yang dipasang dengan menggunakan dua warna yang sama yakni warna kuning dan menyala secara bergantian terus menerus dengan waktu pergantian tidak lebih dari satu menit. Jadi kelihatan berkelap – kelip. Kalau meliat jenis lampu lalu lintas yang jenis warnanya sama ini kita bisa memaknainya sebagai peringatan untuk hati – hati. Tapi apakah benar maknanya seperti itu ? dan apakah ini juga berlaku bagi lampu kuning yang ada pada lampu lalu lintas yang biasa kita kenal ?

Sekian dulu. Semoga kita bisa bertemu di persimpangan jalan saat lampu merah sedang menyala. Pertanda kita harus berhenti sejenak meski sekedar untuk melihat sesama kita di sisi kiri dan kanan jalan maupun sesama pengendara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar